
Elangnews.com, Jakarta – Entah serius atau cuma gertakan tetapi pernyataan bernada ‘ancaman’ ini disampaikan bukan oleh orang sembarangan. Serem, santet.
Bupati Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Iti Octavia Jayabaya yang terkenal trengginas menyebarkan kalimat peringatan serius kepaga kubu Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat (5/3/2021).
“Kalau pun kami harus turun berdemo, kami siap. Santet Banten akan dikirim untuk KSP Moeldoko,” ujar Iti, Minggu (7/3/2021).
Iti memastikan, Dewan Pimpinan Cabang dan juga Dewan Pimpinan Daerah setia kepada Demokrat di bawah Pimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Kami tetap setia kepada Ketua Umum Agus Harimurti sebagaimana hasil Kongres V Partai Demokrat 2020,” ujarnya. “Kami menolak KLB ilegal. Banten tidak gentar, kami tetap setia pada ketum kami yang ganteng,” tambahnya.
Iti menyebut kelompok Moeldoko sebagai musuh bersama Partai Demokrat. Dia menyebut Moeldoko dan kelompoknya telah melakukan kudeta. “DPD Banten beserta DPC siap turun ke jalan menuntut keadilan,” ujarnya.
Tokoh Menolak Moeldoko
Penolakan juga tidak hanya dari kader Demokrat, sejumlah tokoh juga mulai bersuara atas pengambialihan Demokrat dari tangan kelompok Kongres V Demokrat di Jakarta 15 Maret 2020.
Tokoh KAMI Din Syamsuddin termasuk yang menyebut mendapat informasi KLB Demokrat tidak sesuai dengan AD/ART dan tidak memiliki izin.
“Penting untuk dipertanyakan apakah keterlibatan Moeldoko pada KLB tersebut sudah seizin Presiden Joko Widodo sebagai atasannya atau tidak. Sebab jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu, Presiden dapat dianggap telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi,” ujarnya.
Menurut Din, jika Presiden Jokowi tidak pernah mengizinkan maka Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden. “Dan jika Moeldoko memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua Umum PP Muhammdiyah ini, yang tepat dan terbaik bagi pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut. “Jika pemerintah mengesahkannya maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional,” Din, menegaskan. (Yat/Red)